Studio Lukis

Nesia menatap tajam setajam Es di Kutub Utara yang mencair karena pemanasan global ke Henriette.

"Apa-apaan nih anak nyolot? Sakit, geblek! Niat gue di sini mau nolong Mati juga ah!"

Langsung aja bogem mentah dan jurus-jurus pencak silat sabuk hitam dilancarkan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Jakarta, hari 17 bulan 8 tahun 1945, atas nama Bangsa Indonesia, Soekarno-Hatta.

Makin kacaulah suasana saat itu~

Seseorang memanggil Firenzigo.

"Oi, Firenzigo-senpai!"

Firenzigo menolehkan wajahnya yang masih nangis ke sumber suara. Dia masih memeluk Nue ketika melihat seorang cowok Asia yang baru saja masuk Studio ini. Suaranya gemetaran saat menjawab, "Ya...?"

"Gue mau mesen lukisan Roma Irama yang sedang nyanyi sama Putri Panggung di warung jengkol-nya Mbok Iyem di Ethiopia, yang monokrom tapi warna-warni ya!"

"Ha-aah?" Firenzigo bingung. "Monokrom tapi warna-warni? Gimana bisa?"

Belum selesai otak Firenzigo mencerna pemesanan lukisan tiba-tiba dari Hong Kong, dia mendengar Nesia protes kalau dia ke sini untuk menolong 'Mati'.

"Mati?" untuk kesekian kalinya Firenzigo bingung tenan. "Memang ada yang namanya 'Mati' di sini?"

Firenzigo menatap Nue yang masih dipeluknya, "Nue tahu yang namanya 'Mati'?

Dia belum mendapat jawaban tapi sebuah suara keras bak memukul daging terdengar. Firenzigo kaget, menolehkan kepalanya. Nesia-lah pelakunya. Dia melayangkan tinju ke Henriette.

Menangis, Firenzigo bertanya, "Ko-Kok berkelahi?"

"Oi, Firenzigo-senpai! Gue mau mesen lukisan Roma Irama yang sedang nyanyi sama Putri Panggung di warung jengkol-nya Mbok Iyem di Ethiopia, yang monokrom tapi warna-warni ya!"

Seorang pemuda Asia datang, dari suaranya saja Henriette tau kalo itu Wang Xi Fa anak kelas Asia. 'Fa ya, udah lama ga liat'

Sedetik kemudian Henriette terkena pukulan Nesia, lumayan keras sehingga ia mundur beberapa langkah. Tangan bekas pukulan Nesia mesih melayang menjadikan sasaran empuk bagi Henriette, dengan cepat ia menarik tangan itu dan memutarnya kebelakang.

Dan viola, gerakan Nesia terkunci. Tubuh Nesia meringkuk dibawah dengan satu tangan diatas dipelintir oleh Henriette, pelintirannya tidak sakit hanya dilakukan untuk menutup gerakan. (wah mulai pelajaran karate saya)

"Sorry MaNes tapi lemparannya ga sengaja" Ucap Norway datar aura hitam muncul dibelakangnya, "Jadi maaf ya~"

Norway senyum dia merubah aura hitam di belakangnya menjadi aura biru bersahabat

Berawal dari jedukan maut untuk Nue, akhirnya berakibat dengan perkelahian antar lelaki jepit rambut dengan kakaknya sendiri.

Dia mengambil beberapa foto lagi untuk dikoleksi. Namun karena sepertinya suasana amat sangat tidak terkendali, Lily mencoba untuk melerai mereka dengan ucapan, secara dia satu-satunya yang wanita di sana.

Tapi ternyata dia salah mengambil kata yang tepat, "Hei.. Kalian gila ya?"

Silvana mendengar keributan masal dari sebuah ruangan.

"Studio lukis? Kok ribut banget sih?" gumamnya.

Ia pun melihat situasi ruangan itu dari pintu. Astaga! Hancur sekali! Langsung lah ia mengambil toa dan menetralkan situasi.

"WOY! JANGAN PERANG DI SINI MANG MBAK! DI SINI STUDIO LUKIS BUKAN TEMPAT PERANG!" sahutnya.

----
saya ketinggalan banyak OAQ

Henriette mengunci gerakan Nesia. Dia mengeluarkan kata-kata yang seharusnya merupakan perkataan maaf tetapi malah terdengar seperti ancaman bagi Firenzigo. Membuat personifikasi N.Italy ini merinding merasakan aura hitam yang tampak dibelakangnya.

Suara jepretan kamera masih terdengar lancar mengalihkan perhatian Firenzigo untuk melihat siapa yang tengah memotret. Didapatinya Lily dengan wajah datar. Gadis Singapore itu bertanya dingin, "Hei.. Kalian gila ya?"

Kayaknya iya, sahut Firenzigo dalam hati. Terlalu kehilangan keberanian untuk mengutarakannya.

"WOY! JANGAN PERANG DI SINI MANG MBAK! DI SINI STUDIO LUKIS BUKAN TEMPAT PERANG!"

Masuk lagi seseorang ke dalam Studio Lukis. Kali ini tidak tanggung-tanggung, Silvana menggunakan toa untuk merebut perhatian semua orang. Meski telinganya masih berdenging karena suara bising itu, dia setuju dengan Silvana.

"Iya! Iya! Ini bukan tempat untuk perang!" serunya. Masih memeluk erat Nue.

------------

Anuu....Nue dipeluk kagak ada reaksi ya?

Silvana ngos-ngosan karena tereak pake toa,tapi.... reaksinya dikit.
'Sialan mereka semua.' batin Silvana.

Untuk meredam amarah akhirnya ia memilih menghampiri North Italy yang lagi asik melukin om Scott.
"Oy Firenzigo,ini sebenernya studio lukis apa studio perang sih? Kokpada bergila ria semua?" tanya Silvana.
----
Nue selingkuh lagi OAO"

"Ha-aah? Monokrom tapi warna-warni? Gimana bisa?" Firenzigo kaget kayak yang abis liat Om Bama sang presiden Amerika abal rate M-an sama orang gila keturunannya Pangeran Kodok sama Putri Gajah Bengkak.

"Ya bisalah, bisa-bisain aja, gitu deh," kata Hongkong gak jelas sejelas-jelasnya, tapi anehnya anak Itali gaje itu tambah bengong (iyalah!). Tanpa sadar Hongkong mendengar pikiran seseorang. 'Fa ya, udah lama ga liat' Hongkong menatap orang itu dan langsung blush waktu liat Norway.

Baru aja dia mau nyapa Henriette (well, saya gak konsisten nih ==), tiba-tiba ada bogem nggak sopan bin nggak ramah kena pemuda Norwegia itu. Dan Norway aka Henriette (yang mana weh, lieur urang ==) membalasnya dengan mengunci gerakan Nesia. Nesia terdesak. 1-0! Hore!! (<-- gaje)

"WOY! JANGAN PERANG DI SINI MANG MBAK! DI SINI STUDIO LUKIS BUKAN TEMPAT PERANG!" kata mbak Silvana pake toa raksasa, bikin Hongkong yang ada di dekatnya nyaris terkena penyakit gangguan telinga (bahasa kerennya: budeg) stadium 4. Dan karena pengaruh gelombang suara raksasa yang bikin pusing itu, Hongkong langsung pingsan.

GUBRAK!! Suara keras itu adalah tubuh Hongkong yang menimpa patung torso Bang Toyib karya Firenzigo. Setelah itu, kanvas-kanvas besar pun jatuh mengenai Hongkong. Apakah dia selamat? Tunggu episode berikutnya.

Spoiler:

Silvana kaget karena Hong Kong pingsan seketika dengan tak elitnya. Lalu ia menghampiri Hong Kong yang tertimpa kanvas. Ia berjongkok dan mengambil beberapa kanvas yang menimpa Hong Kong.

"Kak Hong Kong masih hidup gak? Kalo udah mati bilang ya,nanti aku pesenin kuburannya kok. Aku kan terlalu baik~" sahut Silvana.

Henriette pun melepaskan tangan Nesia dan baru mau membantunya berdiri, "Maaf ya Nes ga sengaja, refleks..." Ucap Henriette sambil tersenyum.

"WOY! JANGAN PERANG DI SINI MANG MBAK! DI SINI STUDIO LUKIS BUKAN TEMPAT PERANG!"

Silvana berteriak membuat Henriette yang sedang membantu Nesia berdiri menjadi merasa sedikit pusing. Baru saja Henriette mau membentak Silvana tiba-tiba

GUBRAK

Henriette kaget melihat Fai yang jatuh menimpa kanvas, ia pun berlari kearah Fai dan membantu Silvana memindahkan kanvas yang menimpa Fai.

"Jiaaaah,kak Hongkong ko it duluan... Kak Norge bawain kak Hongkong ke uks dong..." kata Silvana yang masih menganggkut kanvas-kanvas itu.
'Lumayan dapet NorHong lagi~ Nanti ku jual dengan harga tinggi~' batinnya.

Henriette berpikir, masalahnya bakal gawat kalo ada scandal dia sama Hongkong apa lagi ia merasakan aura tak enak dibelakang Silvana.

"Kak Norge kenapa? kok diam saja? bantuin dong kak Hongkongnya kasian..." sahut Silvana.

Norge tetap diam.

"Apa aku aja yang bantuin? nanti kak Norge cemburu..." lanjut Silvana yang membuat Norge kaget.

"GUE GA CEMBURU!" Teriak Henriette, mukanya udah kesal natep Silvana.

"Udah bikin kasur dadakan aja disini" Ucap Henriette, ia bangkit berdiri, "Lagian lama kalo jalan ke UKS"

'Bilang aja males ngangkat-nya...' batin Silvana.
"Ya udah,kak Norge aja yang buat... Kan kak Norge cowo... Aku kan cewe..." sahut Silvana.

Lily mengangkat tangannya, berusaha tidak memotong pembicaraan dengan tidak sopan, "Bisakah kita menghargai pemilik studio ini?" ucapnya kalem.

Henriette pun mendesah, "Iya aku bisa melakukannya" ucap NOrway setuju dengan Lily.

'Tapi kesian juga nih anak Asia'

Henriette pun ngegendong Fai dipunggung dan berjalan kearah Firenzigo, "Uhm... Firenzigo boleh aku pakai sofa yang ada diujung sana?"

"Bisakah kita menghargai pemilik studio ini?"

Pandangan Firenzigo yang mengabur karena air mata serta pemahamannya yang mengabur karena kejadian yang begitu cepat terjadi hingga tak bisa diikutinya sampai Singapore menenangkan suasana.

Xi Fa pingsan seketika begitu masuk ruangan lalu Silvana dan Henriette tampak berdebat tentang hal yang tak dimengerti Firenzigo. Dia sendiri agak pusing karena mencoba mencerna dengan kapasitas terbatas otaknya.

"Uhm... Firenzigo boleh aku pakai sofa yang ada diujung sana?"

"Oh, boleh, boleh," pandangan Firenzigo tampak berputar dan dia sendiri akhirnya jatuh terduduk depan Nue yang telah dia lepas dari pelukannya.

-----------

Nue ama Kakek kagak ada reaksi nih?

"Kak,ajarin aku membuat efek warna..." sahut Silvana sambil menarik lengan Firenzigo.

Gadis itu sudah menyiapkan kanvasnya sendiri dan sudah ada sketsanya. Sketsanya itu gambar sebuah pemandangan kota yang ada di dekat laut...

Henriette pun meletakan Fa disofa, lalu berjalan kearah Firenzigo.

"Firenzigo, bisa tolong ajari aku perwarnaan?" Ucap Henriette, entah kenapa dia jadi tertarik dengan seni

"Kak Norge bareng aja yuk... aku juga mau minta di ajarin itu sama kak Italy..." sahut Silvana.

Demi apapun ia tak bisa melupakan kejadian tadi dimana Norge menggendong Hongkong,rugilah dirinya karena tak membawa kamera...

"Uhm... boleh" Ucap Henriette, dia langsung menaruh tas yang tadi ia bawa kemeja.

"Firenzigo, boleh aku minta kan-" Ucapan Henriette terhenti saat melihat Firezigo, "Firenzigo ada apa?" Tanya Henriette sambil berjongkok didepannya

'Apa-apaan ini?'

Pertanyaan itu terus berputar-putar di dalam kepala Nue.

Sepertinya tujuan utama dia datang ke sini adalah untuk meminta les private dengan Firenzigo. Tapi, kenapa jadi seperti ini? Maksudnya, kenapa pemandangan yang sebelumnya tentram dan damai jadi rusuh begini? Ada Hongkong yang ngomong mesum nggak jelas, Nesia yang sama-sama nggak jelasnya, ada Henriette yang bermulut tajam lagi cari gara-gara, ada Singapore yang masih diem di tempatnya dengan tatapan intimidasi, ada Silvana yang senyum inosen. Dan yang paling parah, Firenzigo tiba-tiba mewek di hadapannya.

"Ah-bagaimana-ini!?' geram Nue frustasi.

"Om Scott... numpang nanya~" sahut Silvana yang menghampiri Nue dan Firenzigo.

"Berhubung kak Firenzigo mewek, aku ingin bertanya apa om ngerti cara memberi efek warna?" lanjutnya.

"Om Scott.. tahu caranya memeberi efek warna?"

DEG! Scotland membatu. 'What the!? Kenapa bocah ini tanya ke saya? Mana saya tahu kan! Dan lagi, kenapa aku dipanggil oom!?'

Dengan susah payah, ia tarik ujung-ujung bibirnya, berusaha untuk tersenyum. "Ng-nggak tahu..." Jawabnya seperti orang bodoh. BODOH.