One night in One Room

Firenzigo terbaring di atas ranjang itu.

Jantungnya berdebar kencang. Wajahnya memerah. Tampak menggoda. Air mukanya sedari tadi berubah-ubah. Cemas. Senang. Khawatir. Tersipu. Tak menentu seolah bayangan-bayangan di otaknya berganti begitu cepat. Tangannya sangat dingin.

Dia gelisah.

Kekasihnya telah duduk di pinggiran ranjang. Dia sendiri telah menyembunyikan tubuhnya yang telah menanggalkan semua bajunya sehingga ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.

Sang kekasih duduk membelakanginya dan telah bertelanjang dada.

Mereka berniat melakukannya malam ini.

Firenzigo entah harus bingung atau senang dengan hal ini.

Heriette terdiam, ia duduk di pinggir ranjang kepalanya tertunduk seperti memikirkan sesuatu.

Hari ini Firenzigo kekasihnya mau melakukan itu, ia merasa senang, namun juga cemas. Ia takut akan melukainya saat melakukan itu.

Ia mendesah pelan, ditutup matanya berusaha meyakinkan dirinya. Ia pun menoleh menatap Firenzigo dengan tatapan lembut, ia tak mau menyakitinya. Orang yang ia sayangi.

Ia pun menaiki ranjang, merangkak keatas tubuh mungil Firenzigo. Dielusnya pipi Firenzigo dengan lembut.

"Apa kau baik-baik saja?" Ucap Heriette, ia butuh kepastian agar tak melukai kekasihnya itu.

Dengan perlahan, Henriette pindah dari duduk di ranjang sampai berada di atas tubuh Firenzigo. Dia menutup matanya. Dibuka pun dia mengalihkan ke arah lain. Meskipun Henriette kekasihnya sendiri, Firenzigo kini merasa malu sekali untuk bertatapan langsung dengannya.

Elusan lembut di pipinya, membuat Firenzigo jadi menatap mata Henriette. Wajah mereka begitu dekat sampai-sampai Firenzigo bisa merasakan hembusan nafas kekasihnya itu.

"Apa kau baik-baik saja?"

Henriette tampak cemas di mata coklat Firenzigo. Itu hal yang wajar. Mereka akan melakukan untuk pertama kalinya. Tentu saja siapapun pasti cemas.

Tapi, perlahan Firenzigo merasa tenang. Sentuhan lembut Henriette di pipinya itu menenangkannya. Mengembalikan perasaan manjanya juga mengingatkannya kalau ia menyayangi Henriette.

"Iya, tidak apa-apa."

Firenzigo tersenyum manis pada kekasihnya.

"Iya, tidak apa-apa."

Jawaban pasti keluar dari mulut Firenzigo, Henriette tersenyum lembut. Didekatkan makanya kedekat Firenzigo, beberapa senti lagi sebelum bersentuhan.

"Terima kasih"

Dan pada detik selanjutnya Henriette melumatkan bibir manis Firenzigo, dijilat bibir bawahnya meminta izin untuk masuk dan merasakan mulut kekasihnya. Tangan Henriette tak tinggal diam ia mulai menyentuh bagian tubuh Firenzigo yang lain, memberikan sensasi nikmat kepadanya.

Henriette mendekatkan wajahnya. Membuat Firenzigo tersipu.

"Terima kasih."

Terasa sesuatu yang lembut menyentuhnya. Henriette mencium bibirnya. Dia mengharapkan dengan perlahan, namun ternyata Henriette langsung mengambil alih semua aksi ciuman itu. Sudah jelas bahwa Henriette yang menguasai. Dengan lihainya dia melumat bibir Firenzigo sebegitunya.

"Mnh..."

Suara desahan itu tak bisa ditahan lagi.

Godaan dari aksi hebat lidah Henriette ketika menjilati bibir bawahnya, menaklukan Firenzigo seutuhnya. Ditambah, tangan Henriette meraba bagian tubuhnya yang lain. Setiap bagian yang dibuai itu terasa hangat. Membangkitkan hasratnya.

"Hen..ri..ette...."

Firenzigo mengeluarkan nada menggoda. Dia ingin lebih.

"Hen..ri..ette...."

Henriette menghentikan ciumannya, menatap lembut kearah Firenzigo. Diusap pipi Firenzigo, "Sayang..."

Henriette mencium Firenzigo dengan liar, dijilanya bibir bawah kekasihnya memberi sensasi hangat yang nikmat. Bibir Firenzigo sedikit terbuka, Henriette pun memasukan lidahnya bermain dengan liar di rongga mulut kekasihnya. Lidahnya mendorong lidah kekasihnya, mengajaknya untuk ikut bermain.

Henriette menatap lembut ke arah Firenzigo dan mengelus pipinya lembut.

"Sayang..."

Sekali lagi, Henriette mempraktekkan teknik ciumannya yang sudah kelas atas. Firenzigo menutup mata karena terlalu menikmatinya. Desahan manja tak lagi bisa ditahan bibirnya. Keluar begitu saja.

Kedua tangan Firenzigo membelai rambut Henriette.

Ciuman itu begitu memabukkan.

Henriette melepaskan ciumannya, ia menatap Firenzigo sesaat lalu memulai aksinya lagi. Dijilat kuping kekasihnya lembut, membuat kekasihnya mendesah lebih kesar, lama kelamaan jilatannya beralih keleher meninggalkan beberapa kissmark sebagai lambang kepemilikan.

Tak ada yang boleh memiliki dan mencintainya selain dirinya.

Henriette mulai menyingkirkan selimut yang menjadi pengahalang pandangannya sekarang. Perlahan kulit putih kekasihnya mulai terlihat, membuat dirinya harus menahan nafsu. Ia tak mau menyakiti kekasihnya, ia tak mau membuatnya menangis, karna itu ia harus ekstra hati-hati

Ciuman terhenti. Firenzigo kaget. Namun, kekagetannya karena ingin merasakan hal yang lebih terbayar dengan sapuan lidah Henriette di daun telinganya dengan lembut.

"Aaahh~!"

Begitu nikmat desahan yang keluar dari bibir Firenzigo.

Sensasi basah sekaligus hangat meninggalkan jejak hangat penuh hasrat itu turun melewati garis wajahnya hingga tiba di leher Firenzigo. Untuk beberapa saat bermain di sana dengan leluasa. Firenzigo bergelut kesenangan tubuhnya dijamah sebegitunya.

"AH!"

Gigitan-gigitan kecil yang ditinggalkan dengan liar. Seolah Henriette ingin menikamnya sekaligus ingin memujanya. Bekas merah di leher Firenzigo merupakan penanda bahwa dia telah dimiliki oleh Henriette. Firenzigo milik Henriette.

Suara selimut yang disibakkan oleh Henriette terdengar. Firenzigo merasakan dinginnya suhu malam hari ini secara langsung oleh kulitnya tanpa tertutup benang sehelaipun.

Henriette memandangi tubuhnya.

Firenzigo malu.