Studio Lukis

"Ohhh ya sudah... aku ingin melukis,kau tidak mau melukis?" tanya Silvana.

------------
Gak apa kali... Kalo pake Singapur udah kebiasaan...

JLEEEB! Sebuah pedang menancap di tubuh Lily. Rasanya dia sudah tak bernyawa lagi.

Dari sekian pertanyaan.. Kenapa harus nanya tidak mau melukis sih? Aku tau kok aku gak bisa ngelukis, minim hal seni sampai alergi hal seni! Tapi gak usah tanya gitu dong, curcol Lily dalam hatinya.

"Err.. Enggak deh!"

"Y-ya sudah... aku melukis dulu ya..." kata Silvana sambil mengambil beberapa cat.

"Ya.. Selamat melukis.." Lily pun membuka pintu studio dan pergi meninggalkannya.

'Singapur agak aneh... memang ada apa dengan studio lukis ini?' batin Silvana bertanya-tanya.
Kemudian ia mulai melukis.

Firenzigo tersenyum penuh arti mendengar bisikan Silvana. Lalu ia mendengar Silvana dan Lily bercakap-cakap mengenai ajakan Silvana yang ingin belajar lukisan kepada Lily. Dengan jawaban singkat, Lily menolak ajakan itu dan keluar Studio.

Dengan tatapan berharap, Firenzigo memperhatikan Lily pergi. Firenzigo menatap lekat kamera yang dibawanya. Dia berharap dalam hati kalau Lily nanti akan berbaik hati memberikan copy dari foto yang diambilnya. Firenzigo hanya ingin yang bagian dia dan Henriette.

Lalu Firenzigo kembali berdiri samping Silvana yang telah mulai melukis.

-------------

Ini thread mau ditutup atau masih lanjut nih?

Hongkong yang terbaring dalam damai di atas sofa jelek butut rusak belel bejat di pojok studio itu akhirnya terbangun. 'What? Gue dah mati? Ini surga atau neraka ya? Kok bau jengkol cat gini?' batinnya.

Hongkong menatap sekeliling, banyak orang yang sedang melukis dengan gajenya-eh dengan kanvas dan cat ding. Ada Henriette yang lagi bareng sama Firenzigo sama Silvana. Melihat pandangan mata Firenzigo ke Henriette saat itu, terbakarlah Hongkong (ini kiasan mbak! kiasan! bukan arti sebenarnya! arti konotatif!). Entah kenapa dia ngerasa gak suka. Langsung aja dia berdiri walaupun seluruh tubuhnya masih sakit

"E-ehm, Firenzigo-senpai, kayaknya pesenan yang tadi gue batalin aja deh. Kagak penting ini" ucapnya dengan wajah tak ramah ke anak Italia itu. Melihat wajahnya yang polos bener2 bikin Hongkong tambah sebel, tapi dia tahan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

"Gue balik duluan! Bye semuanya!" ucapnya ketus, kemudian berjalan sempoyongan menjauhi mereka. Kaki dan kepalanya masih sakit, gak kuat nyokong badannya itu. Gerakannya udah kayak yang mau jatuh, gak seimbang gitu. Dan......


(Lanjutin sendiri XD)



--Eh kok jadi drama banget gini ya?--- Ah sudahlah----

"Kau mau melukis apa, Henriette?" Ucap Firenzigo, Henriette terdiam berusaha mencari objek yang bagus. Sampai akhirnya Firenzigo pergi ketempat Silvana.

'Uhm... sepertinya itu bagus' batin Henriette, ia pun berjalan kearah Firenzigo dan menarik tanganya lembut. "Uhm.. Firenzigo, bisa bantu aku mengambar seven deadly sins?" Ucap Henriette setengah bergumam

Hongkong yang udah mau pergi mendelik ke belakang. Henriette menarik tangan Firenzigo. "Uhm.. Firenzigo, bisa bantu aku mengambar seven deadly sins?"

Ngeliat Firenzigo yang malu-malu gitu tambah cemburulah Hongkong. Dia langsung makan 10 kaleng cat minyak beserta kuas dan paletnya (mahkluk apa lu Kong?)

Henriette netep Firenzigo lekat-lekat, senyum dibibirnya masih terukir sempurna. Tapi itu semua luntur saat merasakan aura tak enak dari pintu.

'Fa? kenapa dia? Apa ia baik-baik saja' batin Henriette, ia menatap aneh kearah Fa, dengan tangan masih mengenggam tangan Firenzigo

"Apa lu liat-liat? Gue emang ganteng tapi gak usah segitunya kali!" dengusnya sambil makan kuas yang ke 15 batang. Melihat tangan Henriette yang menggenggam tangan Firenzigo, Hongkong pun memakan kanvas besar.

Henriette mengerutkan alisnya, ia menatap kesal Fa. Ia pun mengambil tas hitam kesayangannya dan ngelempar ke Fa.

"Santai aja kali" Ucap Henriette datar

Silvana baru selesai menggambar,kemudian ia melihat Firenzigo yang masihdi geret-geret Norge. Ia pun menghela nafas ketika Norge menghampiri Hongkong.

'Kasihan... kenapa jadi cinta segitiga bagini?!' batin gadis itu.

Lalu ia teringat sesuatu,ia punya kamera yang berisi foto Firenzigo dan Norge yang tengah berduaan. Niatnya sih pengen di publish gitu tapi ia ingat Firenzigo belom punya foto Norge karena sukanya aja pas hari ini... Langsunglah ia menyelipkan sesuatu di kantung pemuda italy itu. Sepertinya pemuda italy itu menyadarinya.

Hongkong yang kena itu langsung ambruk (inget dia masih sakit gara2 tadi). Tapi dia bangkit lagi. Gimana bisa nyante kalo lu-nya juga kayak gitu? Sialan! Bukannya nanyain keadaan gue kek, apa kek, malah manas-manasin gitu! Sialan lu Nor! Dengan semangat 55 kayak di anak pramuka di sekolah saya, Hongkong langsung makan tuh tas item.

Henriette pun berjalan kearah Fa, tangannya masih mengengam tangan Firenzigo. Ia menatap Fa, lalu melepas tangan Firenzigo dan berjongkok didepan Fa.

Ia mengambil tasnya dan menarik Fa berdiri, "Maaf bukannya mau kasar, hanya saja" Henriette menghela nafas, "Tak sopan bersikap seperti itu didepan orang yang punya ruangan Fa"

Henriette tersenyum

Selagi Firenzigo memperhatikan kanvas Silvana, dia merasakan kehangatan terasa memegang tangannya. Firenzigo menolehkan kepalanya dan melihat Henriette-lah ternyata yang memegang tangannya.

"Uhm.. Firenzigo, bias bantu aku menggambar seven deadly sins?"

"Eh?"

Pikiran Firenzigo terlalu sibuk memperhatikan wajah tampan Henriette. Dia tidak tahu apa yang diucapkan Henriette. Tidak penting baginya. Karena sekarang Henriette memegang tangannya. Dengan lembut. Ia mendengar Henriette ada bertukar kata dengan Xi Fa, tapi ia tak mendengar jelas.

Dia merasa jantungnya terlalu cepat berdetak. Sebuah tangan tampak menyelipkan sesuatu ke tangannya yang bebas tak dipegang Henriette. Firenzigo melihat foto dirinya dan Henriette yang baru saja diberikan Silvana. Melihat itu, Firenzigo tambah bergemuruh hatinya.

Detik selanjutnya, Henriette masih menggenggam tangannya berjalan mendekati Xi Fa. Henriette menasehati Xi Fa tentang sesuatu yang berhubungan dengan Firenzigo selaku pemilik ruangan. Ah, hati Firenzigo terasa semakin hangat dan bahagia.

"He-Henriette…" panggilnya pelan. Wajahnya sangat merah sekarang. Setidaknya ia ingin jantungnya normal lagi.

"He-Henriette…"

Henriette menoleh menanggapi perkataan Firenzigo, "Ada apa Firenzigo?" Tanya Henriette. ia memegang pundak kanan Firenzigo.

Silvana senyum-senyum aja memperhatikan kedua orang itu.
'Kapan ya gue kagak jomblo?' tiba-tiba pikiran itu terlintas di otaknya.

Henriette mengambil tasnya dan menarik Fa berdiri, "Maaf bukannya mau kasar, hanya saja" Henriette menghela nafas, "Tak sopan bersikap seperti itu didepan orang yang punya ruangan Fa"

Lah kok jadi elu ngebelain dia sih? Hongkong merasa diperlakukan tidak adil padahal emang udah jelas dia yang salah.

"He-Henriette…"

Henriette menoleh menanggapi perkataan Firenzigo, "Ada apa Firenzigo?" Tanya Henriette. Ia memegang pundak kanan Firenzigo.

Hongkong makin panas. "YAUDAH KALO GITU GUE BALIK AJA!" teriaknya frustasi sambil bangkit mau ninggalin ruangan.

'Kapan ya gue kagak jomblo?' pikiran Silvana terbaca oleh Hongkong. "Noh pacaran aja sama Pak Parman penjaga warung di kampung sebelah!" ucap Hongkong ketus, moodnya lagi jelek nih. ==

'Lah?! Nih anak satu cemburu toh... masukin berita~~~~' batin Silvana sambil ngotak-ngatik samsung galaxy tab-nya.

'Lah?! Nih anak satu cemburu toh... masukin berita~~~~' batin Silvana gaje.

"Gue kagak cemburu!! Arrggh, sialan lu semua!" Hongkong langsung (bener-bener) pergi dari studio itu.

Silvana menghampiri Norge dan Italy.
"Hongkong kenapa?" tanyanya polos.

"Gue lagi galau!!" kata Hongkong sebel.

BGM: Aku Seorang Kapiten-Briptu Norman

Henriette berjalan menghampiri Fa, dia menghela nafas terus ngepuk kepalanya Fa. "Galau kenapa sih kayaknya tadi biasa aja?"

Henriette meyentuh pundak Firenzigo. Membuat Firenzigo menatap terkejut ke arahnya. Sebenernya tadi dia ingin berkata pada Henriette untuk melepas tangannya agar jantungnya bisa berdetak normal lagi.

Tapi, tak bisa mengingkari isi hatinya sendiri, Firenzigo menyentuh tangan Henriette di pundaknya. Nyaman. Itu yang dirasakannya.

Firenzigo menatap dalam mata Henriette. Dalam tatapan itu, ia sudah mengutarakan maksud hatinya. Lalu, ia tersenyum senang. Manis sekali. Menggambarkan rasa bahagia di hatinya.

"Tidak. Tidak apa-apa," senyumnya ia tujukan untuk Henriette, "Aku merasa sangat senang!"

"Gue lagi galau!!"

Ucapan kesal dari Xi Fa membuat Firenzigo sadar kalau di ruangan itu ada orang lain juga. Rasa senangnya hilang seketika melihat wajah Xi Fa yang terang-terangan sebal.

"Xi Fa kenapa?" tanya Firenzigo dari belakang Henriette yang mendekati Xi Fa.